Membangun Bojakan: Diantar SDM dan Ekonomi yang Saling Menunggu
Membangun Bojakan: Di Antara SDM dan Ekonomi yang Saling Menunggu
1. Sebuah Dilema dari Ujung Negeri
Desa Bojakan adalah rumah bagi tiga dusun: Bojakan, Lubaga, dan Bai’. Tiga nama yang akrab di telinga masyarakat, tapi jaraknya satu sama lain seakan dipisahkan oleh waktu dan tenaga. Untuk mencapai Dusun Lubaga dari Bojakan, masyarakat harus naik pompong selama tiga jam, lalu berjalan kaki naik-turun bukit sekitar empat sampai lima jam, sebelum akhirnya turun lagi ke hilir dengan pompong dua hingga tiga jam lagi. Antara Lubaga dan Bai’ masih lebih dekat — hanya sekitar tiga puluh menit dengan pompong — tapi tetap saja, jarak itu menjadi dinding besar bagi kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat.
Di tengah kondisi itu, Bojakan menyimpan satu kenyataan yang terasa pahit namun jujur: ekonomi masyarakat sulit tumbuh, sementara kualitas sumber daya manusianya (SDM) juga masih terbatas. Masalahnya, dua hal itu seperti lingkaran yang tak putus — ekonomi yang baik butuh SDM yang kuat, tapi SDM yang kuat hanya bisa lahir dari ekonomi yang baik.
2. Ketika Hidup Hanya Sekadar Bertahan
Masyarakat di tiga dusun ini dikenal gigih. Mereka hidup dari tanah dan hutan, dari hasil kebun, ladang, dan sungai yang mereka rawat turun-temurun. Tapi realitanya, banyak di antara mereka hidup dalam batas bertahan — bukan berkembang. Harga hasil pertanian seperti jagung, padi ladang, dan hasil hutan non-kayu sering turun karena sulit dibawa ke pasar besar. Banyak hasil panen yang dijual dalam bentuk mentah karena belum ada fasilitas pengolahan lanjutan. Bahkan hal sederhana seperti membeli bahan bakar, pupuk, atau kebutuhan sekolah anak, bisa jadi perjuangan harian.
3. SDM dan Ekonomi: Dua Sisi dari Satu Koin
Kalau kita lihat lebih dalam, akar dari masalah Bojakan bukan semata kemiskinan atau keterbelakangan, tapi ketimpangan peluang. Warga punya kemauan kuat, tapi kesempatan sangat kecil. Mereka punya tenaga dan pengalaman, tapi kurang pengetahuan dan dukungan.
4. Jalan Tengah dari Desa: BUMDes sebagai Ruang Belajar dan Usaha
BUMDes TIRIK OINAN lahir bukan sekadar sebagai badan usaha, tapi sebagai jembatan antara ekonomi dan peningkatan SDM. Setiap program ekonomi yang dijalankan — entah itu budidaya ikan air tawar, pengolahan hasil jagung, pemanfaatan hasil hutan non-kayu, hingga rencana ekowisata darat — selalu diarahkan untuk memberi nilai tambah ganda: menghasilkan keuntungan ekonomi dan meningkatkan kemampuan serta pengetahuan masyarakat yang terlibat.

Contohnya, dalam program budidaya ikan air tawar, warga tidak hanya diajari cara memberi pakan atau panen, tapi juga diajak memahami siklus ekonomi: bagaimana menghitung modal, menentukan harga, mencatat hasil, dan mengatur keuntungan. Dengan begitu, kegiatan ekonomi berubah menjadi ruang belajar — belajar mengelola diri dan usaha.

5. Tantangan yang Belum Usai
Namun tentu saja, perjalanan ini belum selesai. Banyak tantangan besar menunggu. Pertama, akses antar-dusun masih menjadi hambatan utama. Infrastruktur transportasi dan komunikasi perlu diperkuat agar kegiatan ekonomi dan pendidikan bisa berjalan lancar. Kedua, kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan dan pelatihan masih perlu terus dibangun. Bukan karena mereka tidak mau belajar, tapi karena kondisi hidup yang keras membuat mereka lebih fokus pada kebutuhan hari ini. Ketiga, dukungan kebijakan pemerintah dan pihak taman nasional juga sangat menentukan. Karena sebagian wilayah Bojakan masuk dalam kawasan taman nasional, maka pembangunan ekonomi harus berjalan seiring dengan perlindungan lingkungan — bukan saling meniadakan.

6. Harapan dari Ujung Hutan
Meski penuh tantangan, Bojakan punya satu keunggulan yang jarang dimiliki daerah lain: semangat gotong royong dan rasa memiliki tanah kelahiran. Warga Bojakan tak pernah kehilangan cinta terhadap hutan, tanah, dan sesama warga. Dari semangat inilah, perubahan bisa dimulai.
Refleksi Singkat
Untuk generasi muda Bojakan: pendidikan dan keterampilan bukanlah jalan keluar yang mudah, tapi ia adalah jalan yang memberi lebih banyak pilihan. Jangan takut belajar — baik dari guru, tetangga, atau pengalaman menjalankan usaha bersama. Jika setiap langkah ekonomi di desa diisi pula dengan pembelajaran, maka lambat laun bukan sekadar kehidupan yang cukup yang kita capai, melainkan kehidupan yang bermartabat.
7. Menatap ke Depan
Desa Bojakan mungkin jauh dari pusat kota, tapi bukan berarti jauh dari masa depan. Jika ekonomi dan SDM dikelola bersamaan — lewat program nyata, pendidikan lokal, dan kerja sama lintas pihak — maka Bojakan bisa menjadi contoh nyata bahwa desa terpencil pun bisa tumbuh dengan cara sendiri.
Komentar
Posting Komentar