Realita Digitalisasi di Tengah Keterbatasan Energi dan Akses Bojakan
Realita Digitalisasi di Tengah Keterbatasan Energi dan Akses Bojakan
Di tengah hutan, di antara sungai dan bukit yang memisahkan dusun satu dengan yang lain, Desa Bojakan perlahan-lahan mulai terhubung dengan dunia luar. Bukan lewat jalan beraspal atau jembatan beton, tapi lewat sinyal dari langit — jaringan internet Starlink.
Kini sudah ada lima perangkat Starlink di Bojakan: milik kantor desa, BPD, SDN 15 Bojakan, dan dua unit di rumah pribadi masyarakat. Dua di antaranya merupakan perangkat generasi kedua (Gen 2), sedangkan tiga lainnya adalah perangkat generasi ketiga (Gen 3) yang dibiayai melalui alokasi Dana Desa.
Langkah ini diambil oleh pemerintah desa setelah melihat bahwa Starlink menjadi solusi paling praktis dalam membuka akses digital bagi masyarakat — meskipun dengan biaya yang tidak murah. Pemerintah memutuskan untuk menganggarkannya dan menempatkan perangkat tersebut di fasilitas umum seperti sekolah, kantor desa, dan kantor BPD, agar manfaatnya bisa dirasakan lebih luas oleh warga.
Namun di balik kemajuan itu, ada kenyataan pahit yang jarang terdengar. Desa Bojakan hingga kini belum menikmati listrik PLN. Semua perangkat, dari modem hingga laptop, hidup dari suara genset dan tetesan BBM. Artinya, setiap megabit koneksi internet di sini harus dibayar dua kali — biaya langganan Starlink dan biaya bahan bakar untuk listriknya.
Internet memang kini terasa mudah diakses, tapi mahal untuk dijalankan. Setiap kali genset dimatikan, sinyal ikut padam. Setiap kali BBM susah didapat atau mahal diangkut dari luar desa, kegiatan daring ikut lumpuh. Sekolah tidak dapat belajar online, kantor desa tidak bisa mengirim laporan, bahkan komunikasi antar-dusun kembali ke cara lama: menunggu pompong lewat sungai atau berjalan kaki berjam-jam.
Langganan Starlink residensial: Rp750.000 / bulan
Konsumsi bahan bakar genset: 3 liter/hari • Lama hidup genset ~ 6–7 jam/hari • Bulan 30 hari.
Jika diesel Rp13.000/liter:
3 L × Rp13.000 = Rp39.000/hari → Rp1.170.000/bulan + Rp750.000 = Rp1.920.000 / bulan.
Jika bensin Rp18.000/liter:
3 L × Rp18.000 = Rp54.000/hari → Rp1.620.000/bulan + Rp750.000 = Rp2.370.000 / bulan.
Biaya di atas belum termasuk perawatan genset, oli, dan biaya transport BBM — sehingga angka sebenarnya kemungkinan lebih tinggi.
Namun masyarakat Bojakan tetap bertahan. Mereka sadar, dunia sudah berubah — dan akses digital bukan lagi kemewahan, tapi kebutuhan dasar. Dengan segala keterbatasan, mereka tetap berupaya menjaga agar sinyal Starlink terus hidup. Ada semangat gotong royong di balik setiap kilowatt listrik dan setiap tetes BBM yang menghidupi internet desa.
Langkah pemerintah desa mengalokasikan sebagian Dana Desa untuk pengadaan Starlink menunjukkan keberanian melihat jauh ke depan. Di tengah segala keterbatasan, keputusan ini membuka ruang baru bagi pendidikan, administrasi, dan komunikasi masyarakat.
Komentar
Posting Komentar